Minggu, 04 Oktober 2009

HASIL DIALOG INTERAKTIF KAMI DENGAN USTADZ ZULQORNAIN

Dalam dialog ini waktunya sangatlah panjang dab bila di uraikan satu persatu lewat tulisan ini akan terjadi cerita panjang lebar,namun narasi dari tulisan ini tidak mengubah dari hasil dialog kami bersama Ustadz Zulqornain.berikut dialog tentang LDII kami uraikan :

Kami bertanya : menurut anda apa arti tentang jamaah sesuai dengan syar’i karna di kalangan kami arti jamaah di ambil dari wa’tashimu bihablillahi jami’an wala tafarroqu(firman Allah Albaqarah 103 : dan berpegang teguhlah kalian dalam tali agamanyanya Allah dengan cara berjamaah),serta dengan hadits yang berbunyi Man aroda buhbuhatal jannah fal yamil jamaah (barang siapa yang ingin hidup ditengah-tengahnya surga maka tetapilah jamaah)?
Penulis menambahkan”dengan adanya dalil di atas sebagai inti penguat ajaran LDII bahwa merekalah yang berhak masuk surga,selain dari mereka wajib masuk neraka karna tidak menetapi dan mengakui jamaah mereka”.
Ustadz menjawab: kata Al-Jamaah itu didalam uraian madzhab para ulama dari dulu sampai sekarang di catat oleh imamul syathi l-Ithisom dan selainnya,itu kembalinya pada lima perkara dan lima perkara ini kembalinya pada dua hal :

Ada yang mengatakan jamaah adalah para shahabat,jamaah adalah kebenaran yang di bawa oleh Nabi,ada ayang mengatakan jamaah adalah As-sawaadul adzam kelompok kaum muslimin terbesar,adalah mereka yang terbesar di masa para sahabat dan yang menyimpang sedikit sekali dan kalau kita mengikuti penafsiran ini,dia akan kembalai ke satu makna yaitu mengikuti Al-Qur’an dan As-sunnah sesuai jalan nabi dan para shahabat.

Ada pendapat lain dari Al-imamul At-thobary : bahwa jamaah adalah kaum muslimin dibawah pimpinan seorang pemimpin negara.
Dan pengertian jamaah itu ada dua yakni jamaatul abdan wa jamaatul haq :
Jamaatul abdan artinya jamaah tubuh,tubuh kaum muslimin semuanya disatukan dibawah pimpinan seorang pemimpin negara.
Dan Jamaatul Haq artinya jamaah kebenaran yaitu Al-Qur’an dan sunnah sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shalallahu alaihi wassallam (dan bila kita menuntut seorang pemimpin jamaah maka rasulullah Shalallahu alahi wasallam menjadi pemimpinnnya. Itulah maknanya jamaah.
Kami bertanya : bagaimana dengan dalil yang di riwayatkan dan di ucapkan Umar Bin Khatthab yang berbunyi La Islama illa bil Jamaah wala jamaata illa bil imarah wala imarah illa bil baiat (tidak dikatakan islam kecuali dengan berjamaah,tidak dikatakan jamaah kecuali berimam dan tidak dikatakan berimam kecuali dengan taat).
Ustadz menjawab : ucapan ini datang dari Umar bin Khatthab,dari sisi konteks kalimat ini benar,tapi yang perlu di pertanyakan disini siapa itu Al-Jamaah?,kemudian imam itu siapa?.kita tidak memepermasalahkan,betul islam itu harus ada jamaah di dalamnya,dalam artian yang saya sebutkan tadi.jamaah kaum muslimin perlu ada pemimpin negara,dan pimpinan negara sangat besar artinya.dan dia adalah kewajiban yang sangat wajib di dalam syariat.,karna itu tatkala Rasulullah meninggal,para shahabat mengakhirkan untuk mengubur Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam,mereka tentukan dulu pemimpin setelh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam,.dan itu lebih penting daripada menyegerakan menguburkan jenazah Rasulullah.dan semua para shahabat membaiat Abu Bakar As-shiddiq sebagai pimpinan negara yang sah pengganti Rasulullah.

Dan silahkan membaca seluruh buku-buku yang menjelaskan tentang masalah baiat shahabat pada pimpinan,semuanya itu hanya kepada pimpinan negara,tidak ada baiat kepada pimpinan kelompok.
Baca saja dalil apa saja yang dipakai,berdalilkan tetntang keabsahan jamaah oleh sebagian kelompok yang memakainya sekarang,seluruh dalil itu hakikatnya kalau dibaca pada konteks, riwayatnya itu adalah untuk pimpinan negara atau siapa yang di angkat oleh pimpinan negara.

Kami bertanya : Bagaimana dengan dalil ISNAD,yang ada dalam pembukaan shahih muslim No 32 1/47 Al isnadu minaddin walaula isnadu la qola man sya’a ma sya’a (isnad itu termmasuk agama tanpa isnad manusia akan berkata semaunya sendiri dalam agama).
Penulis berkata : “dengan pengakuan isnad (musnad/manqul musnad mutashil) ini LDII menjadikan isnad sebagai kesombongan dan kebanggaan pergerakan mereka,mengambil ilmu dengan tanpa isnad membuat amalan tidak diterima”.
Ustadz menjawab : “Al-isnadu minaddin walaula isnadu la qola man sya’a ma sya’a
Ini ucapannya Ibnu Al-Mubarok,bukan ucapan Nabi dan bukan ucapan Shahabat,dia adalah Tabi’ut tabi’in.mungkin dia menjumpai sebagian shahabat.Ibnu Al-mubarok berkata Isnad itu dari agama,andaikata bukan karna Isnad,maka siapa yang berkehendak akan berkata apa yang dia kehendaki.
Memang dari sisi periwayatan kalau kita menukil dari hadits Nabi,tidak sembarang orang berbicara,misalnya datang orang berkata”Rasulullah bersabda begini” kan harus ditanya,nah mana sanad kamu kalau kamu mengetahui Nabi bersabda begitu?.

Jadi makna Al-isnadu minaddin...iay memang itu bagian dari agama,dan kekhususan umat ini.dimana umat islam dijaga AL-Qur’an mereka,dijaga Hadits Rasulullah shalallahu alaihi wasallam itu semua dengan sanad silsilah periwayatan.Rasulullah mengajaarkan Al-Qur’an pada para shahabatnya,rasulullah membaca para shahabat mengikuti bacaan rasulullah.ketika rasulullah membaca,para shahabat memcocokkan bacaan mereka denga nbacaan rasulullah.terus shahabat mengajarkan pada muridnya,terus dan terus sampai hari ini.

Demikian pula hadits Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan sekarang hadits Nabi telah di mudahkan lewat pembukuan,apalagi kutubussittah (kitab enam),biasanya sisi periwayatan dan sanad,itu sisa menjaga saja,menjaga kekhususan ini dalam artian,adanya sanad dan ijazah kita ambil dari guru,dan guru memberikan ijazah kepda kita untuk meriwayatkan hadits,ini hanyalah sekedar menjaga silsilsah menyambung kita pada rasulullah shalallahu alaihi wasallam.tapi hakikatnya buku-buku shahih bukhari,shahih muslim ini adalah sudah masyur,dalam hal ini cukup orang mengambil perijazahan (lewat kitab-kitab shahih).

Kami bertanya : dan bagaimana tentang thoharoh (sesuci) sebab di kelompok kami kesucian ini semakin lama semakin memberatkan,karna segala sesuatu yang kami pandang tidak/belum di sucikan itu adalah najis,salah satu contonhnya orang di luar kami merek kami anggap tidak tahu mensucikan jadi kita anggap najis,(gerak gerik mereka non LDII dikalangan kami menjadi bahan perhatian,kalau masuk masjid,bekasnya tempat ia sholat di sucikan).


Ustadz menjawab : thoharoh adalah bersesuci,bersuci dengan air,air disebutkan dalam Al-Qur’an dalam bentuk mutlak.firman Allah “kami turunkan air dari langit yang suci. Air yang mutlak dari definisi fiqih empat madzhab adalah air berasal dari asal penciptanya,maka dia turun dari langit(hujan),kemudian keluar dari mata air.walaupun keluar dari bumi,walau dari sebagian bumi ada warnanya kuning keruh,maka ini termasuk air mutlakbahkan ari laut mutlak untuk sesuci. Dan bentuk diterangkan tadi adalah berlebih-lebihan dalam agama.ketika air kejatuhan najis dan merubah sifat.warna dan baunyamaka inilah najis,tapi kalau tidak berubah maka dia bisa digunakan berwudhu.
Pendapat tentang orang kafir itu najis,maka yang najis bukanlah badannya,yang najis adlah keyakinannya.dengan pembahasan tentang ayat “INNAMAL MUSYRIKUUNA NAJS” (sesungguhnya orang kafir itu najis).najsi di sini adalah najis maknawi pada dirinya bukan pada jasadnya.dalilnya ketika Rasulullah menangkap Tsumama (waktu itu dai masih kafir),dia ditangkap oleh Rasul dan di ikat didalam masjid,andaikata dia najis tidak mungkin dia diikat didalam masjid.ceerita ini masyhur dan panjang.ini dalil menunjukkan orang kafir itu tidak najis,yang najis adalah keyakinannya.itulah maknanya.

Kami bertanya : bagaimana tentang dalil “kullu bid’ah dholalah kullu dholalatin finnaar (bid’ah itu sesat dan sesat itu adalah neraka)”,serta tentang dalil ABALLAHU AN YAQBALA AMALAN SHOHIBI BID’AH HATTA YAD’A BID’ATAHU (Allah menolak menerima amalan dari penyemai bid’ah sampai dia meninggalkan bid’ah tersebut),bahkan dalam dalil lain ada ancaman “amalan ahli bid’ah semuanya hilang seperti rambut yang dikeluarkan dari adonan roti(amalan tak tersisa sedikitpun).denagn berdasarkan ini kami (LDII) mengambil kesimpulan amalan orang mengerjakan bid’ah tidak diterima,jadi sholat yang kami kerjakan dibelakang/berimam pada orang luar LDII pun batal (karna di imami ahli bid’ah) tidak di terima dan tidak sah.

ustadz menjawab : maksud tidak diterima disini adalah amalan bid’ah yang dia lakukan,sebab amalan bid’ah apakah dia mencetuskannya atau dia sekedar ikut-ikutan sepanjang itu tidak ada tuntunan maka dia tertolak.Nabi bersabda : “MAN AMILA AMALAN LAISA ALAIHI AMRUNA FAHUWA RADDUN”(barang siapa yang beramal tidak dibanguna atas tuntunan kami maka itu tertolak).
Dan masalah sholat di belakang ahli bid’ah.bid’ah itu terbagi dua ada bid’ah yang besar yang berkaitan dengan keyakinan dan mengeluarkan pelaku dari keislaman,tapi kalau bid’ahnya yang tidka mengeluarkan orang dari keislaman maka sah sholat dibelakangnya.
Sebagian Ulama berkata”TARKUSHOLATI KHOLFA MUBTADI MUBTADI (orang yang meninggalkan sholat di belakang ahlu bid’ah maka dia termasuk ahlu bid’ah)”.sebab ini tidak pernah dilakukan oleh ulama terdahulu,mereka sholat di belakang imam yang mengakhirkan waktu sholat,mereka tetap hadir sholat karena memang wajib menghadiri jamaah kaum muslimin,tidak diperintah unutk memenggal jamaah.walaupun ada kesalahan yang dilakukan oleh sebagian orang,kita ikut dirinya menjaga jangan sampai nampak di tengah kaum muslimin ada perpecahan,tapi di pelihara tetap hadir sholat berjamaah sambil kita berusaha mengingatkan kesalahannya dengan cara yang baik.mudah-mudahan dia bisa berubah.

Kami bertanya : mohon penjelasan lebih detail tentang maslah keamiran/keimaman,karna kami menklaim bahwa keamiran yang ada pada kami adalah keamiran yang awal “FUW BI BAITIL AWWAL FAL AWWAL”(tetapilah baiat yang pertama maka yang pertama).

Ustadz menjawab : tadi saya sudah menjelaskan,penggunaan imam ini kaitannya siapa yang sah dengan imamahnya dan imarahnya.nah sebelumnya saya menjelaskan tentang imarah dalam safar,imarah dalam mukim,kalau dalam safar (bepergian) itu wajib mempunyai amir,kalai keluaar tiga orang maka diantaranya satu diangkat menjadi amirnya pimpinan safar.kalau keluar tiga orang maka dia antaranya satu di angkat menjadi pimpinan safar.kalau mukim atau hadhor itu tidak dikenal kecuali seperti apa yang saya jelaskan tadi di atas.karna itu orang berdalilkan tentang imarah dan imamaah dengan hadits –hadits safar itu sudah salah,salah dalam pendalilan dan banyak jamaah yang mendoktrin tentang imarah mereka ambil dari hadits-hadits safar”kalau kalian tiga maka angkat satu jadikan amir”.mereka tidak mengetahui tentang lafadz”kalian tiga” posisinya ada dimana,padahal (posisisnya) dalam perjalanan.
Nah kalau di hadhor/m,ukim maka pimpinana kaum muslimin adalah siapa yang diangkat/di sepakati oleh aum muslimin disitu.nah apa makna di sepakati bahwa sesseorang itu sah sebgai pimpinan,didalam (mencari pemimpin)dalam sejarah islam itu dari tiga hal :
1.dengan cara di pilih oleh ahlul hali wa aqli,kita berbicara tentang kepemimpinan negara,negara itu ada wilayah dan kekuasaaanya,negara itu ada rakyatnya.ini berkaitan dengan masalah negara,jadi kalau ada jamaah yang mengatakan dia adalah pimpinan sebutkan mana kekuasaaanya?,pengikut mungkin ada tapi apakah semua rakyat indonesia adalah pengikut.kita berbicara masalah negara,negara indonesia sangat jelas yang mana wilayahnya,rakyat yang berpendudukan,pimpinananya siapa?.sama seperti di zaman nabi shalallahu alaihi wasalam,wilayah kaum muslimin jelas,kaum muslimin pun jelas(sebagai rakyatnya),dan pemimpinnya jelas bahkan pemimpin setelah nabi,maka ini yang dipilih oleh ahlul hali wa aql yakni Abu Bakar As-Shiddiq sebagai pengganti Nabi,kemudian kepemimpinan juga berlanjut kepada Umar Bin Khattab.
2.cara kedua menentukan pemimpin adalah dengan pelimpahan kekuasaan,pelimpahan kekuasaan boleh di lakukan kalau dia di pandang oleh pimpinan bahwa dia cocok untuk menggantikan posisi kepemimpinannya,Abu Bakar pun menyerahkan kepemimpinannya kepada Umar Bin Khattab,dan setelah Abu Bakar meninggal maka Umar resmi menjadi pimpinan kaum muslimin,dan seluruh shahabat membaiat Umar menjadi pemimpin.
3.cara terbentuk kepemimpinan yang sah ini di sebutkan dalam keadaan tertentu,keadaan darurat.kalau ada orang yang menempuh tidak dengan cara islam dalam menentukan kepemimpinan,atau dengan tiba-tiba dia sudah menjadi pemimpin,seperti halnya kita di Indonesia yaitu tidak melalui dengan dua cara dia atas dan semua orang menunjuk ini presiden kita (maka dia sah).ini sama dengan keadaanya sahabat di waktu itu.

Demikianlah beberapa tanya jawab dialog kami dengan Ustadz Zulqornain seputar masalah LDII yang menklaim pimpinan yang sah adalah mereka.

3 komentar:

  1. Haduh, namanya Amirul Mukminin harus yang berdasarkan Quran Hadist, .... pernah di contohkan/ada dalil yang menyebut boleh mengangkat presiden menjadi Amirul Mukminin di Negara Sekuler yang tidak berdasarkan Quran Hadis......

    BalasHapus
  2. BERHUJJAH KOK PAKAI PENDAPAT..... SIAP SIAP MAS...
    (al-Turmuzi berkata): Sufyan bin Waki’ menceritakan kepada kami, (Sufyan berkata): Suwaid bin `Amr al Kalbi menceritakan kepada kami, (Suwaid berkata): Abu `Awa>nah menceritakan kepada kami dari `Abd al A`la> dari Sa`id bin Jubair dari Ibn `Abbas dari Nabi Saw, beliau bersabda; takutlah kalian (hati-hati dalam memegangi) hadis-hadis dariku kecuali yang benar-benar telah aku ajarkan kepada kalian, barangsiapa berbohong atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya dari api neraka, siapa yang mengatakan sesuatu tentang al-Qur’an dengan ra’yu nya (PENDAPATNYA) maka hendaklah ia menempati tempat duduknya dari api neraka

    BalasHapus
  3. Lha wong Amir wae di bithonahkan,,,gek yo Amir opo,,,,trs nyatanya jama'ahny banyk yg zina ga bs menegakkan hukum had,? Dsb

    BalasHapus